"Neram buitni Umpu Belunguh najin khang mawat pulippuh persatuan tutop mekukuh makdapok tigaginjuh. Unyin guai setulungan niLiak hulun mufakat dang ngehalai ketukhunan nyin ne ram tutop terhormat. Sai kuat nulung Sai lemoh, haguk khuppok dang mak iwoh, sai tuha tihormati sai ngukha tisayangi. Timisalko ijuk lamban, wat tihang, wat hatokna, mana tian setukkok'an, mekukuh khik betiknana."

LEHOT NI : Ina Dalom Yusnani Pn Jaya Dilampung

Minggu, 09 Juni 2013

KEADAAN ADAT DI NEGERI SEMANGKA

"Surat ini adalah surat yang ditulis oleh Pangeran Ahmad Syafe'i gelar Sultan Ratu Pikoeloen pada tahun 1959 untuk menjelaskan perihal keadaan di negeri semangka pada saat terjadinya perpindahan rakyat ke Semangka. Surat ini juga menunjukkan akan upaya dari Pangeran Ahmad Syafe'i dalam membenahi kacaunya adat yang sedang terjadi pada masa itu. "

KEADAAN ADAT DI NEGERI SEMANGKA (EX MARGA NGARIP) YANG BERASAL DARI MARGA BUAY BELUNGUH (KENALI)

  Sebagian besar orang-orang yang berasal dari Suwoh pindah ke Semangka ini terjadinya jauh sebelum gempa bumi besar ditahun 1933 dan sebagian lagi terpaksa pindah pula meninggalkan Suwoh sewaktu gempa bumi tersebut (peletusan bukit bata).

  Zaman dahulu dataran Suwoh sebagian yang penduduknya berasal dari marga Buay Belunguh Kenali, baikpun adatnya maupun pemerintahannya termasuk dalam lingkungan marga Buay Belunguh Kenali dan sebagian pula yang berasal dari marga Buay Pernong/Kenyangan Batu Brak termasuk dalam lingkungan merga Buay Kenyangan Batu Brak.

  Dibagian marga Buay Belunguh penduduknya berasal dari orang-orang pindahan dari kampung-kampung disekitar kampung Kenali seperti : Sukadana, Surabaya, dll. mereka berkembang biak didaerah Suwoh dan setelah dijumlahnya cukup banyak, masing-masing membentuk kesukuan-kesukuan adat dengan persetujuan suku asalnya di Kenali, serta diakui pula oleh Kepala Adat Besar (Saibatin).

  Demikianlah pada masing-masing kampung seperti : Kejadian, Way Kunjir, Bandar, terdiri 2-3 suku yang satu dengan lainnya mempunyai kedudukan dan hak yang sama dan langsung bertakluk pada suku asalnya di Kenali.

  Beberapa lama kemudian, untuk mengawasi kesemuanya suku-suku ini ditunjuk oleh Saibatin satu dari suku-suku yang ada yaitu suku Way Kunjir dengan diberi gelaran Dalom selaku wakil Saibatin di Suwoh. Keadaan berjalan baik dan segala yang diatur oleh perwakilan itu dipatuhi oleh suku-suku yang lain. Setelah daerah ini berdiri selaku marga (penyatuan kampung-kampung berasal dari marga Buay Belunguh dan marga Buay Kenyangan dan seorang dari kampung Negeri). (Pihak Buay Kenyangan) terpilih selaku Pasirah dengan kekuasaan penuh selaku Kepala Adat/Saibatin , maka dengan sendirinya ia tak mengakui adanya perwakilan dimarganya. Hal ini dapat dimengerti, sebab dengan berdirinya marga itu berarti berdirinya kesatuan hukum adat didalam daerah yang meliputi watas marga itu.

  Maka dengan secara otomatis pula Perwakilan Saibatin di Suwoh itu tidak memiliki arti lagi. Kemudian setelah marga Suwoh bubar (beberapa bulan sebelum terjadi gempa tahun 1933) berhubung Pasirahnya (Mat Amin) diberhentikan Pemerintah Belanda dari jabatannya. Terlebih pula karena banyaknya penduduk yang telah pindah kedaerah Semangka, maka kampung-kampung yang dahulunya takluk pada marga Buay Belunguh kembali lagi seperti dahulu, dan kampung-kampung yang dahulunya bertakluk pada marga Buay Kenyangan kembali masuk menjadi wilayah marga Buay Kenyangan.

  Waktu itu tinggal terdapat 2 suku adat di Suwoh bagian marga Buay Belunguh, yaitu : suku Gajah Minga di Kejadian dan Suku Mat Amin/Masbuna/Syarifuddin di Way Kunjir ; jadi diantara beberapa banyak suku-suku yang ada di Suwoh, kedua suku inilah yang terpatuh terhadap kedudukannya menunggu tanah Suwoh, tetapi setelah terjadinya gempa bumi 1933 (peletusan Bukit Bata di Suwoh), mereka terpaksa meninggalkan Suwoh menyusul suku-suku yang lain pindah kedaerah Semangka.

  Di semangka mereka tinggal berpencaran satu suku dengan suku lainnya. Bahkan di satu sukupun tempatnya tidak dapat berkumpul, berhubung telah sulitnya mendapatkan tanah-tanah ; mereka mendirikan tempat kediaman mereka diantara beberapa suku-suku yang lain, yaitu : suku Jawa yang disebut Kolonis, suku Semangka asli, suku Negara Batin, dan suku Suwoh bagian Buay Kenyangan yang juga telah pindah kedaerah ini.

  Oleh sebab sulitnya hubungan Saibatin di Kenali dengan suku-sukunya di Semangka, maka disinipun dibentuk pula seorang perwakilan untuk mengawasi semua suku-suku yang berasal dari marga Buay Belunguh yaitu suku Abd. Hakim di Bandar Kejadian pada tahun 1939 dan diberi gelaran Dalom. Sayang sekali pekerjaannya gagal, karena tidak dipatuhi oleh suku-suku lain melainkan dia hanya dapat pengindahan didalam sukunya sendiri.
Waktu itu keadaan suku-suku di Semangka seakan-akan tidak mempunyai pedoman lagi, jauh dari pmpinan (kontrol) Saibatinnya di Kenali., terombang-ambing hidup diantara adat lain seperti suku Semangka, Jawa, dan Negara Batin, serta suku Suwoh yang berasal dari marga Buay Kenyangan. Akhirnya adat yang yang dipaksipun menjadi campur aduk dan tatkala mereka membandingkan dengan adat Semangka asli  yang masih kuat dipegang keasliannya oleh pengikut-pengikutnya, maka mereka menganggap bahwa susunan adat Semangka asli yang terbaik. Mereka lupa bahwa orang-orang Semangka asli itupun berasal dari Sekala Brak juga. Demikianlah masuknya suku Musin Bandar Sukabumi kedalam adat Semangka Asli bagian Padangratu. Apapula ianya agak merasa merajuk pada rakyat dikampungnya sebab ia tidak terpilih selaku kepala kampung.

  Mendengar ini, kami Saibatin di Kenali merasa gelisah, khawatir suku-suku yang lain akan masuk adat Semangka Asli pula dan mengizinkan adik kandung kami nama Basri untuk dikawinkan dengan anak perempuan Raja Intan yang mengepalai suku Lamban Gajah Minga di Semangka, dengan memberinya tugas sebagai perwakilan dengan diberi gelaran Dalom. Dari pihak kami Saibatin berkeyakinan, kalau adik kandung sendiri yang ditugaskan selaku perwakilan, tentu akan dipatuhi oleh suku-suku di Semangka yang berasal dari marga Buay Belunguh.

  Karena telah parahnya ketidakpatuhan pada adat, maka kedatangannya ke Semangka itu dianggap sepi saja oleh suku-suku yang lain, bahkan karena telah ada 3 orang yang mengepalai suku-suku diangkat gelarannya dengan Dalom (1. Dalom Raja Inten Way Kunjir selaku perwakilan waktu masih di suwoh, 2. Abd. Hakim selaku Perwakilan yang usahanya telah gagal di di Bandar Kejadian, dan 3. Adik saya nama Basri yang baru ditunjuk selaku perwakilan jugalah dapat menggelarkan dirinya Dalom serta tuturan-tuturan dan alat kebesaran yang berhubungan dengan gelaran itu, padahal gelaran tersebut hanya dapat dipakai oleh Kepala Adat Besar (Saibatin) saja atau bagi seseorang yang ditunjuknya selaku perwakilan.

  Dalam tempo yang singkat kita melihat seperti cendawan tumbuh di musim hujan banyaknya yang menggelarkan dirinya Dalom, Suttan, bahkan Pangeran; begitu pula tuturan -tuturan larangan seperti : Pun, Ratu, Bapak Dalom, Ina Dalom, Nakan Dalom, Saibatin, dll. Kita dengar disegala pelosok, dimana saja orang yang berasal dari suwoh membentuk Kesukuan Adat. 

  Mereka telah berani menggelarkan dirinya Dalom, Saibatin, dll. Kalau saja mereka telah mempunyai 4-5 buah rumah sebawahannya, padahal ditempatkan asal dari sekian puluh ribu jiwa, dari sekian ribu rumah, dari sekian puluh Raja dan Batin, dari sekian ratus Raden, Minak, Mas, dan Kimas, hanya ada seorang Dalom, Sutan atau Saibatin saja.
 
  Orang-orang Semangka asli, suku Jawa, dan suku Negara Batin (Bah. Liwa) yang mempunyai adat tersendiri,meskipun tidak terang-terangan tetapi didalam hati mereka mengejek, mencemoohkan adanya inflasi gelaran ini; mereka menganggap nilai Saibatin Suwoh ini jauh lebih rendah dari Saibatin Asli Semangka atau Negara Batin

  Betapa tidak, dapatkah seorang Dalom dari Suwoh yang hanya mempunyai anak buah 5 orang saja, memperlihatkan kebesarannya dalam suatu upacara berarak yang menghendaki berpuluh-puluh orang pemegang alat kebesarannya, belum lagi tentang cara susunan panggung orang besar-besar sebawahannya menghendaki orang-orang yang betul-betul kuat dalam segala-galanya dalam jumlah yang berbilang (banyak).
Keadaan disini telah demikian rupa, hingga tidak mungkin dapat diatur oleh seorang perwakilan lagi kecuali oleh Saibatin sendiri.

  Kebetulan pada akhir tahun 1957, saya (Saibatin) dipindahkan selaku sistem Wedana kedaerah Semangka ini, tetapi selama 2 tahun tidak ada kesempatan yang baik untuk membicarakan soal-soal yang yang berkenaan dengan adat, barulah tanggal 12 ke 13 Oktober 1959 tatkala merayakan anak menantu saya (Ratu muda) untuk pertama kalinya berkunjung ke Bandar Kejadian, Suatu kesempatan baik untuk memperbaiki kembali adat Lampung yang sudah agak kabur itu. Tetapi dengan sekali gas tentu usaha itu tidak akan dapat berhasil. Berhubung masing-masing yang mengepalai suku telah terlanjur menaikkan gelaran-gelarannya hingga akan menjadikan kekacauan bahkan penghinaan yang besar bagi mereka, satu-satunya jalan yaitu meletakkan fundament adat, membentuk pangkat-panggung suku-suku adat terhadap Saibatinnya, karena jika telah terbentuk berarti :
  • a. Dengan sendirinya mereka mengakui masih bertakluk dalam adat dengan Saibatinnya di Kenali.
  • b. Kalau selama ini masih samar-samar adanya suku itu, maka sekarang telah mendapat pengakuan sah dari Saibatin
  • c. Setiap suku-suku yang mendapat kedudukan dalam pangkat-panggung adat Saibatin itu, berarti mengaku adanya suku lain yang juga telah mempunyai kedudukan dalam bentuk adat Saibatin 
  • d. Tidak akan terjadi lagi perlombaan-perlombaan merebut kedudukan keturunan yang tertua, sebab keadaannya dengan sendirinya telah dinyatakan oleh kedudukan dalam adat Saibatin
  • e. Lambat laun mereka akan insyaf bahwa gelaran-gelaran, tutur-tutur, dll yang berlebih-lebihan itu memang tidak sesuai dengan kedudukannya dalam Adat Saibatin setelah mereka menyelidiki sendiri kedudukan- kedudukan itu ditempat asal 
  • f. Mengeratkan persatuan dan perhubungan batin diantara suku-suku yang telah terhimpun didala Adat Saibatin itu
  • g. Masing-masing mempunyai warisan alat dari Saibatin ditempat asalnya, sebab bukanlah berupakan pedang, tombak, dll yang sebenarnya dihadiahkan dari Kenali itu, tetapi kedudukannya misalnya : Pemegang tombak, terapang, dls
  Cara yang sebaik-baiknya,menetapkan pangkat-panggung suku-suku itu supaya tidak menyimpang dari semestinya, yaitu kalau misalnya sesuatu suku disini berasal dari suku Ralip Tanjung ditempat asal Kenali, sedangkan Ralip tersebut kedudukannya dalam Saibatin selaku anak Metuha pemegang terapang dan dalam perhelatan berjalan dimuka, maka suku yang berasal dari keturunan Ralip itu (di Semangka) patut ditetapkan pula selaku anak Metuha pemegang terapang dan berjalan dimuka ; demikian pula lah halnya dengan suku-suku lainnya didudukkan pada tempat kedudukan asalnya di Kenali. Tetapi sulitnya, kalau ada sesuatu kedudukan yang harus diisi, sedangkan orangnya belum layak berbentuk suku didaerah ini, sehingga tidak ada jalan lain daripada menunjuk/mengangkat saja suku-suku yang layak untuk itu.

  Lantas saya susun rencana yang akan diajukan dalam rapat adat bersama sebagai berikut :

A. 2 (dua) orang suku Marga Pemegang Tombak ; yang ditempat asal dipegang oleh Raja Persi luas dan Mat Ali/Raja Kutanegara Way Turgak, sedangkan didaerah Semangka ini, tidak ada diantara suku-suku adat yang berasal dari kedua kampung tersebut, maka patut ditunjuk dan ditetapkan saja : 

  1. Lamban Gajah Minga dengan alasan :
  1. Keturunannya langsung dari rumah gedung (rumah Saibatin) di Kenali.
  2. Paling terakhir pindah dari Suwoh yang berarti paling patuh menegakkan adatnya dengan Saibatin.
  3. Setelah di Semangka, adik kandung Saibatin nama Basri semendapada  anak dari yang                mengepalai suku itu pernah ditunjuk selaku perwakilan dengan diberi gelaran Dalom.
  4. Selamanya patuh pada adat sedangkan anak buahnya telah banyak. 

 2. Syarif Way Kunjir, dengan alasan :

  1.  Keturunannya lengsung dari rumah Gedung di Kenali.
  2.  Keturunannya pernah didudukkan selaku Perwakilan di Suwoh.
  3.  Sampai sekarang patuh pada Saibatinnya.
  4.  Waktu menjadi perwakilan di Suwoh telah diberikan gelaran Dalom.

B. 2 (dua) orang Penggawa pemegang tombak yang ditempat asal dipegang oleh : a. Abd. Latif Pagar. b. Mat Satar Kedamaian (di Semangka tidak ada suku yang berasal dari kedua suku tersebut), maka patut ditunjuk/ditetapkan : Syarifuddin Bandar, dengan alasan :

  1. Kepindahan orang tuanya dari Suwoh paling akhir (bersamaan dengan Lamban Gajah Minga) berarti terpatuh pada adatnya dengan Saibatin di Kenali.
  2.  Meskipun telah pindah ke Semangka, tetapi dalam adat tetap mempunyai hubungan dengan Saibatin hingga pada tahun dia-nya diberi gelaran Dalom oleh Saibatin.

C. Seorang anak Metuha, pemegang Terapang dimuka (berjalan dimuka), ditempat asal dipegang oleh Mat Ralip Tanjung, dan oleh sebab disini (Bandar kejadian) Suku Pakuon berasal dari suku Ralip Tanjung tersebut, maka ditetapkan suku itulah yang berkedudukan selaku anak metuha pemegang Terapang dan berjalan dimuka.

D. 4 (empat) orang Pakusara pemegang pedang di Kenali dipegang oleh :
  1.  Umar Negeri Canda
  2.  Rozali serungkuk
  3.  Mail Gunung Kemala
  4.  Jais Tanjung
karena di Semangka tidak ada keturunan dari keempat Kampung tersebut, maka patut ditunjuk/ditetapkan :

  • a. Hasbi Kenyangan, dengan alasan dia adalah keturunan Raja Intan Banjar Negeri dalam rumah Saibatin di Kenali yang ditempat asalnya memang telah mempunyai kedudukan dalam adat yang baik.
  • b. Mat Bekeri Kenyangan, berasal dari Baru dan telah sejak beberapa puluh tahun berkembang biak di Semangka, sehingga telah mempunyai banyak orang dan tetap patuh pada adatnya di Kenali (tidak masuk adat lain).
 E. 2 (dua) orang besar dalam rumah Saibatin, pemegang payung agung di Kenali dipegang oleh : 1. Ralip Surabaya, 2. Marzuki Sukadana dan untuk di semangka ini perlu ditetapkan :

  1. Abdulrahman, kepala kampung bandar Kejadian dengan alasan dia adalah keturunan dari Ralip Surabaya.
  2. Zainul bandar Sukabumi dan Mursalin Belu, dengan alasan mereka itu mempunyai keturunan dari Sukadana.

F. 3 orang Hulubalang di kenali dipegang oleh :

  1.  Mat Bekeri Kenali
  2.  Taip Hujung yang kedua-duanya memakai baju besi
  3.  Sam Negeri Canda pemegang tongkat
   Meskipun didaerah Semangka ini terdapat 10 suku, tetapi hanya 9 suku saja yang diberi kedudukan dalam adat Saibatin, berhubung suku Abd. hakim (anaknya nama Sefian) kurang senang kalau tidak diberi kedudukan selaku perwakilan, sedangkan kenyataannya selain dari sukunya sendiri, tidak ada suku lain yang mematuhinya, apalagi karena Saibatinnya sendiri sekarang telah berada di Semangka, maka dengan sendirinya tidak ada lagi yang merupakan perwakilan didaerah ini, melainkan semua suku-suku langsung dibawah pengawasan/pimpinan Saibatin. Selain dari itu, berhubung pengakuannya berasal dari rumah Bandung di Kenali, sedangkan kedudukan rumah Bandung itu tidak terdapat dalam susunan adat Saibatin, tetapi sewaktu mengadakan permufakatan diantara suku-suku bertempat di Bandar Kejadian pada tanggal 12 ke 13 Oktober 1959 ia diberi juga kedudukan selaku orang besar dlam rumah Saibatin (pemegang payung agung) dan kedudukannya itu telah diterimanya, tetapi kemudian yaitu keesokan harinya ia menolak, maka suku Abd. Hakim/Sefian tersebut sengaja dikeluarkan dari susunan pangkat panggung adat Saibatin.

  Semua rencana tersebut diatas telah disidangkan dan dimufakatkan oleh suku-suku yang berasal dari marga Buay Belunguh dengan semasak-masaknya dan  telah dipandang dari beberapa jurusan dan segi dalam suatu rapat adat di Lamban Gajah Minga bandar Kejadian dengan dipimpin langsung oleh saya Saibatin dan kesana hadirin telah bersetuju, mufakat-mufakat. Terlebih pula sewaktu di Semangka dan badan pemerintah yang lainnya. Tak ketinggalan dihadiri oleh Wedana dari Ketuagung. (Lihat keterangan bersama terlampir)
 
  Mudah-mudahan dengan adanya susunan ini akan menambahkan pengertian yang lebih luas terhadap kepala-kepala adat (suku) didaerah ini, serta tetap menjaga kebesaran anak buahnya masing-masing dan persatuan yang lebih rapat dengan suku-suku yang lain guna menciptakan perdamaian,kerukunan,keadilan dan kemakmuran. 

                                                                     Tanjungkarang, 20 Oktober 1959
                                                              Sai Batin (RajaAdat)
                                                             Buay Belunguh
                         
                                                             Ahmad Syafe'i

Tidak ada komentar:

Posting Komentar