"Neram buitni Umpu Belunguh najin khang mawat pulippuh persatuan tutop mekukuh makdapok tigaginjuh. Unyin guai setulungan niLiak hulun mufakat dang ngehalai ketukhunan nyin ne ram tutop terhormat. Sai kuat nulung Sai lemoh, haguk khuppok dang mak iwoh, sai tuha tihormati sai ngukha tisayangi. Timisalko ijuk lamban, wat tihang, wat hatokna, mana tian setukkok'an, mekukuh khik betiknana."

LEHOT NI : Ina Dalom Yusnani Pn Jaya Dilampung

Minggu, 22 Juni 2014

Sisik Naga Penghuni Danau Ranau


( Kisah Nyata Pangeran Natadiraja )
Catatan M. Muslimin Gelar Sutan Singa Juru ex Bupati Batu Raja.
Penyalin : Ina Dalom
Kadang-kadang aneh tapi nyata peristiwa - peristiwa dahulu kala yang benda - bendanya masih bisa kita saksikan masa kini yang jauh dari dongengan atau hayalan semata dengan mengada-ada jangan sampai suatu cerita atau sejarah dibolak balikkan kenyataan nya buruk dan baik demikianlah adanya, kita harus percaya karena peninggalan-peninggalan sejarah purbakala masih banyak bisa kita saksikan, walaupun telah using sebagai bukti benda – benda purbakala penyimbang adat Buay Belunguh Kenali seperti Gong Emas. 

Jadi masalah sisik naga itu memang benar-benar ada lebih kurang 250 tahun yang silam kejadian ditepi danau ranau yang terletak dikaki Gunung Seminung masuk Keresidenan Palembang Provinsi Sumatra Selatan dan dekat perbatasan dahulu dengan Keresidenan Bengkulu tapi sekarang dengan Keresidenan Lampung.  Ditepi danau ranau ini pada masa itu terletak sebuah dusun yaitu dusun jepara sebelah timur danau ranau dipinggir tebing yang tingginya lebih kurang 100 meter dari permukaan danau ranau, dusun jepara ini adalah ibukota pematangribu, marga ini sejak tahun 1906 menjadi marga ranau sesudah disatukan dengan marga Banding Agung dan marga Warkuk. Dusun Jepara Ini Pasirahnya kala itu yalah pangeran Natadiraja.

Pada swatu hari sewaktu beliau sedang menghadapi hidangan makan pagi, beliau mendengar suara dari bawah rumah yang meminta beliau waktu itu juga turun kedanau ranau sebab ada orang yang ingin ketemu dengan beliau, Pangeran Natadiraja belum mengindahkan panggilan itu dan terus makan sampai selesai, memang menurut paham orang ranau dulu sampai sekarang meninggalkan nasi sedang makan.adalah kurang baik. Selesai makan terdengar pula panggilan yang ketigakalinya, Pangeran Natadiraja meloncat turun menuju ketepi danauranau dengan berlari - lari sebab menurut panggilan yang ketiga itu kalau Pangeran Natadiraja tak cepat kepinggir danau ranau maka pangeran akan mendapat kerugian besar. Suara yang mamanggil pangeran kedanau itu tidak diketahui karena terdengar suara saja, dengan pedang pangeran turun dari rumahnya sambil mencari siapa yang memanggilnya dengan berlari lari turun ke danau ranau, ditepi danau ranau yang disebut panggal, disana beliau melihat badan binatang bentuk ular yang luar biasa besarnya dan bercahaya kekuningan dan berkilauan disinar matahari pagi yg masih kelihatan didarat adalah sebelah ekor dari binatang itu sedang kepala dan sebagian besar badannya telah masuk kedanau ranau dengan tidak berpikir panjang lagi serta mengingat pesan yang ketiga kali jika terlambat akan mendapat kerugian besar, spontan pangeran natadiraja memeluk binatang itu bagian sebelah ekornya yang masih didarat dengan maksud semoga binatng itu dapat dihalangi menyelam, binatang itu masih terus saja menyelam sampai tak nampak lagi dan terlepas dari pelukan pangeran Natadiraja tadi. Setelah binatang itu hilang maka barulah pangeran natadiraja sadar bahwa ditangan kanannya ada 3 sisik dari ular itu dan ditangan kirinya ada sisik pula 3 biji dan ditanah kedapatan dua sisik lagi, sewaktu beliua termangu memikirkan kejadian tersebut sambil berdiri ditepi danau ranau tiba -tiba ditengah danau ranau itu kira-kira 200 depa dari tempat pangeran berdiri muncul dipermukaan air yang tingginya kira-kira 4 a 5 depa dari prmukaan air, kepala seekor binatang yang berbentuk ular dengan tanduknya yang bercahaya berkilauan seperti cahaya mas, kepala ini menghadap pangeran natadiraja dengan mengluarkan suara yang nyaring tak ubah suara manusia tertawa kuat. Kemudian kepala itu menyelam keair dan tak pernah nampak lagi. Pangeran sadar dari kebingungannya dan terus kembali kedusunnya diatas tebing tersebut dengan membawa 8 keping sisik ular itu, setiba dirumah sisik itu diperlihatkan dengan orang banyak.

Malam harinya Pangeran natadiraja itu bermimpi binatang yang dilihatnya pagi hari tadi yalah naga penunggu danau ranau yang telah ribuan tahun bertapa. Sisik yang didapatnya ialah dari mas, sisik itu berjumlah 8 buah berarti delapan keturunan dari pangeran tidak akan putusnya turun menurun menjadi pasirah batang ribu dan ia menerangkan sisik itu tidak boleh dilebur jadi barang perhiasan atau dijual diserahkan pada orang lain, orang tua dalam mimpi itu menyesal pangeran natadiraja tidak lekas turun kedanau sewaktu panggilan pertama, malahan makan sampai kenyang, kata orang tua itu kalau pangeran pada panggilan pertama berangkat ketepi danau maka orang tua itu akan menghadiahkan sebutir mutiara, tapi karena terlambat hanya diberi 8 lembar sisik saja. 

Kenyataan keterangannya sekarang ini ada kebenarannya sesudah keturunan yang ke-9 ini baru jelas yang mana kedelapan ank cucu Pangeran menjadi pasirah batang ribu dan kejadian ditahun 1954 kuturunan kedelapan dari pangeran natadiraja dari tangan A.A.S. Barlian kepada pasirah yang baru Nawawi Maliki.

Mengenai sisik tersebut tidak sama besarnya yang kecil 8 cm dan yang besar 9 cm berat masing-masing 4 suku mengenai ukurannya yalah diukur oleh Prof Jerman akhli barang kuno yang datang tahun 1917. Demikianlah sisik ular itu dibungkus dengan kain hitam dan kain putih. Oleh pangeran dan turunannya pusaka ini sekurangnya setahun sekali dibuka bungkusannya dan diperiksa. Oleh keturunan natadiraja dalam tahun 1914 dizamannya Pangeran Amrah Muslimin sebagai pasirah marga ranau atas desakkan conterlur yang berkedudukan di muaradua ingin melihat sisik naga dari mas itu, sewaktu dibuka bungkusannya kenyataan didalamnya tidak ada lagi sisik naga tersebut, satupun tak tertinggal yang ada pasir biasa saja, semua orang menjadi heran termasuk pangeran Amrah Muslimin, conterlur itu tak prcaya lagi kalau sisik itu ada. Beberapa hari setelah kejadian maka dapatlah keterangan dari Ruh pangeran natadiraja yang masuk dalam badan seorang atau kesurupan, sisik naga itu sebenarnya tidak hilang tapi diubah penglihatannya dengan pasir karna niat conteleur itu tidak baik yang akan mengambilnya, yang akan dikirimnya ke Betawi, guna menghindarkan kejadian yang tidak baik maka siarkanlah bahwa sisik mas itu tidak ada, sedangkan sisik mas itu tetap pada tempatnya semula dan boleh diliat oleh akhli pamili setelah memotong ayam putih dan hitam sebagai persaratannya dan jika diluar keluarga harus memotong burung dara putih dan hitam serta nasi kuning, demikian pesan ruh pangeran natadiraja pada pangeran Amrah Muslimin.

Keesokan hari untuk membuktikan benar atau tidaknya maka pangeran Amrah Muslimin memotong Ayam putih dan ayam hitam serta nasi kunyit dan mantra-mantra pada waktu dibuka kenyataan benar kedelapan sisik mas dari naga itu masih utuh, tiga tahun kemudian sekitar tahun 1917 sisik emas itu disaksikan oleh bangsa eropa yalah seorang profesor yang pertama dan terakhir kali, sampai kejadian dusun jepara pada tgl 18 April 1926 terbakar habis dilalap sijagomerah dan sisik naga itu tempatnya dibubungan atap rumah yang beratap ijuk dan mengenai sisik naga itu ada seorang keluarga dari pangeran Amrah Muslimin sendiri yang bernama H Yahya mencoba mendekati dari tempat menggantungkan barang pusaka dari sisik naga itu tapi tak bisa lagi karna dihalangi oleh kobaran api, banyak orang melihat dari bubungan rumah itu seperti kobaran api terbang keudara dengan suara nyaring sekali kemudian hilang tak tentu perginya.