( Kisah Nyata Pangeran Natadiraja )
Catatan M. Muslimin Gelar Sutan Singa Juru ex Bupati Batu Raja.
Penyalin : Ina Dalom
Kadang-kadang aneh tapi nyata peristiwa
- peristiwa dahulu kala yang benda - bendanya masih bisa kita saksikan masa
kini yang jauh dari dongengan atau hayalan semata dengan mengada-ada jangan
sampai suatu cerita atau sejarah dibolak balikkan kenyataan nya buruk dan baik
demikianlah adanya, kita harus percaya karena peninggalan-peninggalan sejarah
purbakala masih banyak bisa kita saksikan, walaupun telah using sebagai bukti benda
– benda purbakala penyimbang adat Buay Belunguh Kenali seperti Gong Emas.
Jadi masalah sisik naga itu memang
benar-benar ada lebih kurang 250 tahun yang silam kejadian ditepi danau ranau yang
terletak dikaki Gunung Seminung masuk Keresidenan Palembang Provinsi Sumatra Selatan
dan dekat perbatasan dahulu dengan Keresidenan Bengkulu tapi sekarang dengan
Keresidenan Lampung. Ditepi danau ranau
ini pada masa itu terletak sebuah dusun yaitu dusun jepara sebelah timur danau
ranau dipinggir tebing yang tingginya lebih kurang 100 meter dari permukaan
danau ranau, dusun jepara ini adalah ibukota pematangribu, marga ini sejak tahun
1906 menjadi marga ranau sesudah disatukan dengan marga Banding Agung dan marga
Warkuk. Dusun Jepara Ini Pasirahnya kala itu yalah pangeran Natadiraja.
Pada swatu hari sewaktu beliau sedang
menghadapi hidangan makan pagi, beliau mendengar suara dari bawah rumah yang
meminta beliau waktu itu juga turun kedanau ranau sebab ada orang yang ingin ketemu
dengan beliau, Pangeran Natadiraja belum mengindahkan panggilan itu dan terus
makan sampai selesai, memang menurut paham orang ranau dulu sampai sekarang meninggalkan
nasi sedang makan.adalah kurang baik. Selesai makan terdengar pula panggilan yang
ketigakalinya, Pangeran Natadiraja meloncat turun menuju ketepi danauranau dengan
berlari - lari sebab menurut panggilan yang ketiga itu kalau Pangeran Natadiraja
tak cepat kepinggir danau ranau maka pangeran akan mendapat kerugian besar. Suara
yang mamanggil pangeran kedanau itu tidak diketahui karena terdengar suara
saja, dengan pedang pangeran turun dari rumahnya sambil mencari siapa yang
memanggilnya dengan berlari lari turun ke danau ranau, ditepi danau ranau yang
disebut panggal, disana beliau melihat badan binatang bentuk ular yang luar
biasa besarnya dan bercahaya kekuningan dan berkilauan disinar matahari pagi yg
masih kelihatan didarat adalah sebelah ekor dari binatang itu sedang kepala dan
sebagian besar badannya telah masuk kedanau ranau dengan tidak berpikir panjang
lagi serta mengingat pesan yang ketiga kali jika terlambat akan mendapat kerugian
besar, spontan pangeran natadiraja memeluk binatang itu bagian sebelah ekornya
yang masih didarat dengan maksud semoga binatng itu dapat dihalangi menyelam, binatang
itu masih terus saja menyelam sampai tak nampak lagi dan terlepas dari pelukan
pangeran Natadiraja tadi. Setelah binatang itu hilang maka barulah pangeran
natadiraja sadar bahwa ditangan kanannya ada 3 sisik dari ular itu dan ditangan
kirinya ada sisik pula 3 biji dan ditanah kedapatan dua sisik lagi, sewaktu
beliua termangu memikirkan kejadian tersebut sambil berdiri ditepi danau ranau
tiba -tiba ditengah danau ranau itu kira-kira 200 depa dari tempat pangeran berdiri
muncul dipermukaan air yang tingginya kira-kira 4 a 5 depa dari prmukaan air,
kepala seekor binatang yang berbentuk ular dengan tanduknya yang bercahaya
berkilauan seperti cahaya mas, kepala ini menghadap pangeran natadiraja dengan
mengluarkan suara yang nyaring tak ubah suara manusia tertawa kuat. Kemudian
kepala itu menyelam keair dan tak pernah nampak lagi. Pangeran sadar dari kebingungannya
dan terus kembali kedusunnya diatas tebing tersebut dengan membawa 8 keping
sisik ular itu, setiba dirumah sisik itu diperlihatkan dengan orang banyak.
Malam harinya Pangeran natadiraja
itu bermimpi binatang yang dilihatnya pagi hari tadi yalah naga penunggu danau
ranau yang telah ribuan tahun bertapa. Sisik yang didapatnya ialah dari mas, sisik
itu berjumlah 8 buah berarti delapan keturunan dari pangeran tidak akan
putusnya turun menurun menjadi pasirah batang ribu dan ia menerangkan sisik itu
tidak boleh dilebur jadi barang perhiasan atau dijual diserahkan pada orang
lain, orang tua dalam mimpi itu menyesal pangeran natadiraja tidak lekas turun
kedanau sewaktu panggilan pertama, malahan makan sampai kenyang, kata orang tua
itu kalau pangeran pada panggilan pertama berangkat ketepi danau maka orang tua
itu akan menghadiahkan sebutir mutiara, tapi karena terlambat hanya diberi 8 lembar
sisik saja.
Kenyataan keterangannya sekarang ini
ada kebenarannya sesudah keturunan yang ke-9 ini baru jelas yang mana kedelapan
ank cucu Pangeran menjadi pasirah batang ribu dan kejadian ditahun 1954 kuturunan
kedelapan dari pangeran natadiraja dari tangan A.A.S. Barlian kepada pasirah yang
baru Nawawi Maliki.
Mengenai sisik tersebut tidak sama besarnya
yang kecil 8 cm dan yang besar 9 cm berat masing-masing 4 suku mengenai
ukurannya yalah diukur oleh Prof Jerman akhli barang kuno yang datang tahun
1917. Demikianlah sisik ular itu dibungkus dengan kain hitam dan kain putih.
Oleh pangeran dan turunannya pusaka ini sekurangnya setahun sekali dibuka
bungkusannya dan diperiksa. Oleh keturunan natadiraja dalam tahun 1914
dizamannya Pangeran Amrah Muslimin sebagai pasirah marga ranau atas desakkan
conterlur yang berkedudukan di muaradua ingin melihat sisik naga dari mas itu,
sewaktu dibuka bungkusannya kenyataan didalamnya tidak ada lagi sisik naga tersebut,
satupun tak tertinggal yang ada pasir biasa saja, semua orang menjadi heran termasuk
pangeran Amrah Muslimin, conterlur itu tak prcaya lagi kalau sisik itu ada. Beberapa
hari setelah kejadian maka dapatlah keterangan dari Ruh pangeran natadiraja yang
masuk dalam badan seorang atau kesurupan, sisik naga itu sebenarnya tidak
hilang tapi diubah penglihatannya dengan pasir karna niat conteleur itu tidak
baik yang akan mengambilnya, yang akan dikirimnya ke Betawi, guna menghindarkan
kejadian yang tidak baik maka siarkanlah bahwa sisik mas itu tidak ada, sedangkan
sisik mas itu tetap pada tempatnya semula dan boleh diliat oleh akhli pamili setelah
memotong ayam putih dan hitam sebagai persaratannya dan jika diluar keluarga
harus memotong burung dara putih dan hitam serta nasi kuning, demikian pesan
ruh pangeran natadiraja pada pangeran Amrah Muslimin.
Keesokan hari untuk membuktikan
benar atau tidaknya maka pangeran Amrah Muslimin memotong Ayam putih dan ayam
hitam serta nasi kunyit dan mantra-mantra pada waktu dibuka kenyataan benar kedelapan
sisik mas dari naga itu masih utuh, tiga tahun kemudian sekitar tahun 1917
sisik emas itu disaksikan oleh bangsa eropa yalah seorang profesor yang pertama
dan terakhir kali, sampai kejadian dusun jepara pada tgl 18 April 1926 terbakar
habis dilalap sijagomerah dan sisik naga itu tempatnya dibubungan atap rumah yang
beratap ijuk dan mengenai sisik naga itu ada seorang keluarga dari pangeran
Amrah Muslimin sendiri yang bernama H Yahya mencoba mendekati dari tempat menggantungkan
barang pusaka dari sisik naga itu tapi tak bisa lagi karna dihalangi oleh
kobaran api, banyak orang melihat dari bubungan rumah itu seperti kobaran api terbang
keudara dengan suara nyaring sekali kemudian hilang tak tentu perginya.