"Kata-Kata Bersayap Membawa Hikmah"
oleh : Ahmad Syafe'i glr Sultan Ratu Pikulun
Prosesi Tari Adat didepan " Lamban Sandaran Agung " Paksi Buay Belunguh Zaman Belanda. |
Kisah nyata yang pernah beliau alami
sendiri, terangkum dalam sebuah buku beliau, semua ini mudah-mudahan sedikit
banyak dapat kita ambil Hikmahnya.
Penyalin : Ina Dalom Yusnani Pn Jaya Dilampung )
Baru kira – kira satu minggu tentara Jepang mendarat di Palembang, penulis telah
berada disana mempersaksikan dengan mata kepala kekejaman kekejaman mereka. Ditengah
jalan pada persimpangan - persimpangan empat seperti dimuka Mesjid Agung, penulis
lihat beberapa orang bangsa Indonesia tidak berbaju, kedua tangannya diikat dan
dagunya ditopangkan pada sepotong kayu yang sengaja ditanam untuk keperluan
itu, sehingga karnanya muka orang – orang itu mendongak keatas menentang
matahari. Demikian hukuman atau penyiksaan bagi pencuri yang waktu itu disebut
tukang "Calui". Kalau tidak karena terpaksa orang banyak selalu
menghindar bertemu dengan serdadu -serdadu Jepang karena mereka royal sekali
melakukan tempeleng.
Tidak berapa kemudian datang menetap
di krui satu butai serdadu Jepang membuat lobang - lobang pertahanan,
dikerjakan bersama-sama orang berkindohosyi dari tiap-tiap marga. Saya selaku Pasirah
Kenali (Sunco) tiap - tiap minggu dikirimi Demang (Gunco) dari Liwa surat
-surat kabar diantaranya ada memuat Sejarah kepahlawanan Jenderal TOGO sewaktu
mengalahkan Rusia dahulu. Sebagai penutup dari artikel itu dijelaskan kata-kata
bersayap dikala Togo akan memulai pertempuran: "Kokoku no kohai sono issen
ni ari, kaku in isso dunrei dorioku sei-yo". Terjemahannya kedalam bahasa
Indonesia: “Jatuh atau berdirinya Negara ini. Tergantung dari peperangan ini,
Oleh sebab itu marilah kita bekerja dengan segala tenaga kita". Kata -kata
bersayap itu saya hapalkan diluar kepala, maka ketika saya pergi ke Liwa
bertemu dengan seorang serdadu Jepang, saya ucapkan kata-kata bersayap itu
dimukanya, mendengar itu saya diajaknya pergi pada kawan-kawannya dan minta supaya
saya ulangi mengatakan kata-kata tadi dan ketika selesai mereka menepuk nepuk
bahu saya kegirangan sambil berkata : "Jotto,Jotto,Jotto". Kemudian selaku
hadiah diberi mereka Rokok Koon dan semangat 3 bungkus dan sejak waktu itu
mereka datang hampir tiap-tiap minggu ke Kenali membawa truk dengan muatan
Kelapa, Kecap, dan Tauco untuk kami seisi rumah dengan cuma-Cuma.
Pada suatu hari datang rombongan
serdadu Jepang ke Kenali dengan truk disuruh Komandan pengawas Pantai
mengundang saya datang beberapa hari di tempat kediaman mereka diatas bukit
Rawas Krui. Sesampai dirawas saya ditempatkan bersama opsir- opsir rendahan dibawah
satu tenda dan diperlakukan seperti keadaan mereka, yaitu pagi-pagi disediakan
air panas untuk mandi, kmudian minum satu gelas tauco, dan diberi satu bungkus
rokok Ko-oa, tengah hari dan petang memakan nasi dan sayur ikan dan kecap. Jam
6 petang saya dibawa menghadap Komandan mereka seorang berpangkat Ltn 1 dan
seorang lagi Ltn ll, dengan ramah tamah saya diterima mereka, menceritakan
keadaan di Negara Jepang menanyakan kesehatan kelurga saya di Kenali dll semata
mata persoalan kekeluargaan kemudian mereka mengucapkan terimakasih atas
perkenalan. Saya yang akrab dengan anak buahnya didalam kesempatan berbincang
itu saya ucapkan pepatah atau kata-kata bersayap dari Togo itu membuat mereka
berdua sangat gembira menepuk-nepuk bahu saya dan diberi mereka tanda mata
berupa satu pedang pusaka Jepang yaitu pedang samurai yang bagus skali. Kira-kira
jam 11 malam, saya dipersilahkan kembali untuk tidur ketempat saya, dimana satu
diantara 6 bangku 2 (dipan) yang masing-masing telah dipasangi kelambu dan telah
dilengkapi bantal-bantal serta dua selimut tebal, satu selimut dihamparkan
penggati kasur dan satu lagi untuk menyelimuti badan, diperuntukan tempat tidur
saya.
Meskipun saya sudah lama berbaring dan
kawan-kawan sudah lama mendengkur tetapi tidak dapat tidur mungkin karena
kegembiraan menerima hadiah pedang samurai yang tidak disangka-sangka itu.
Tiba-tiba saya lihat kelambu ada yang menyingkapkan perlahan lahan, maka dengan
cepat saya pejamkan mata seolah olah tidur nyenyak dan ternyata orang itu
seorang serdadu jepang membenarkan selimut saya menariknya sedikit kebawah
sebab ujung kaki saya tersingkap keluar slimut, kemudian ia pergi lagi. Rupanya
pekerjaan demikian itu ia lakukan pada ditiap-tiap dipan diruang opsir Rendahan
itu. Pagi-pagi jam 7 setelah mandi minum segelas tauco dan menerima sbungkus
rokok ditambah lima bungkus pembagian kawan2 yg diberikan slaku hadiah kepada
saya saya diantar dengan auto truk berisi 200 kelapa selaku oleh-oleh kembali
ke Kenali.
Kira-kira 3 bulan kemudian datang
bunsiyuco (orang Jepang yang menggantikan kedudukan H.P.B) dari Liwa memberi
tahukan bahwa saya telah diangkat selaku anggota dari Siyu Sangikai Lampung dan seorang lagi dari pesisir Krui bernama
Riduan/Raden jauhari, maka setelah 3 hari dari waktu itu kami berdua Riduan
diantar oleh Kepala Polisi bangsa jepang (Keisatsyusyoco) dengan auto ke
Martapura, kmudian naik Spur ke Tanjung Karang untuk dilantik. Pada suatu
petang ketika kami untuk yang ketiga kalinya ke Tanjung Karang menghadiri
sidang, datang ketempat penginapan kami (Penginapan Li Bin Hin) seorang jepang
berpangkat Kapten dengan auto sedan menjemput saya atas perintah komandan
tentara seluruh Lampung, mengundang untuk makan bersama ditempat kediamannya
dimuka lapangan Enggal.
Setelah meliwati beberapa pengawal saya diantarkan
disuatu ruangan besar dimana menghadap meja yang telah disediakan makanan dan
minuman duduk 2 orang jepang ternyata komandan Butai bersama seorang Opsir selaku
juru penterjemah. Setelah ya bertanyakan kesehatan Keluarga saya di Kenali maka
dijelaskannya maksud mengundang saya, karna mendengar kabar dari beberapa
banyak anak buahnya di krui bahwa saya berkenalan baik dengan mereka dan karna
itu ia merasa bersenang hati dengan ucapan terimakasih. Ketika perkataan itu
saya jawab bahwa saya merasa bangga telah mendapat undangan dari orang
berkedudukan tertinggi pada ketentaraan diseluruh Lampung ini dan sbagai
penutup saya keluarkan dalam bahasa jepang kata-kata bersayap dari Jenderal
Togo itu, dia sambut denga kata-kata kegembiraan dan mengisi masing-masing gelas
dengan arak (ciu) mengangkat gelas masing-masing dan habis isinya, dan
ditruskan dengan makan besar yaitu makan nasi sayuran telor dan ikan, sewaktu
makan itu gelas terus menerus diisi arak dan diminum sampai habis, saya merasa
syukur tidak mabuk karena sebelum berangkat tadi saya telah meminum satu sendok
minyak kelapa yang diajarkan oleh ayah Pangeran Jayadilampung kepada saya sewaktu
di Kenali.
Setelah selesai makan beromong omong sebentar, menyerahkan satu pak
besar katanya selaku oleh-oleh ke Kenali kemudian saya disuruh antarkan ke
tempat penginapan ketika saya bukak bungkusan (pak) itu trnyata isinya 1 potong
dasar cita perempuan, 1 potong dasar tenunan, 1 pak Rokok kouwa, 1 botol Pil
Kina dan satu botol salf obat kudis. Saya merasa bersyukur kepada Allah
Subhanahu wataala, bahwa saya telah menghafalkan kata-kata bersayap bahasa
Jepang itu sehingga beberapakali manfaatnya dapat dibuktikan yang pertama kali
dapat berkenalan dengan serdadu-serdadu sewaktu di Liwa yang kedua diundang
datang dan menerima hadiah pedang Samurai di Rawas, yang ke 3 diundang makan
oleh Butaico di Tanjung Karang serta.menerima hadiah barang-barang kain dan
obat-obatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar