"Neram buitni Umpu Belunguh najin khang mawat pulippuh persatuan tutop mekukuh makdapok tigaginjuh. Unyin guai setulungan niLiak hulun mufakat dang ngehalai ketukhunan nyin ne ram tutop terhormat. Sai kuat nulung Sai lemoh, haguk khuppok dang mak iwoh, sai tuha tihormati sai ngukha tisayangi. Timisalko ijuk lamban, wat tihang, wat hatokna, mana tian setukkok'an, mekukuh khik betiknana."

LEHOT NI : Ina Dalom Yusnani Pn Jaya Dilampung

Senin, 24 Maret 2014

Kata-Kata Bersayap Membawa Hikmah

"Kata-Kata Bersayap Membawa Hikmah"
oleh : Ahmad Syafe'i glr Sultan Ratu Pikulun



Prosesi Tari Adat didepan " Lamban Sandaran Agung " Paksi Buay Belunguh
Zaman Belanda.

Kisah nyata yang pernah beliau alami sendiri, terangkum dalam sebuah buku beliau, semua ini mudah-mudahan sedikit banyak dapat kita ambil Hikmahnya.  
Penyalin : Ina Dalom Yusnani Pn Jaya Dilampung )


Baru kira – kira satu minggu tentara Jepang mendarat di Palembang, penulis telah berada disana mempersaksikan dengan mata kepala kekejaman kekejaman mereka. Ditengah jalan pada persimpangan - persimpangan empat seperti dimuka Mesjid Agung, penulis lihat beberapa orang bangsa Indonesia tidak berbaju, kedua tangannya diikat dan dagunya ditopangkan pada sepotong kayu yang sengaja ditanam untuk keperluan itu, sehingga karnanya muka orang – orang itu mendongak keatas menentang matahari. Demikian hukuman atau penyiksaan bagi pencuri yang waktu itu disebut tukang "Calui". Kalau tidak karena terpaksa orang banyak selalu menghindar bertemu dengan serdadu -serdadu Jepang karena mereka royal sekali melakukan tempeleng.

Tidak berapa kemudian datang menetap di krui satu butai serdadu Jepang membuat lobang - lobang pertahanan, dikerjakan bersama-sama orang berkindohosyi dari tiap-tiap marga. Saya selaku Pasirah Kenali (Sunco) tiap - tiap minggu dikirimi Demang (Gunco) dari Liwa surat -surat kabar diantaranya ada memuat Sejarah kepahlawanan Jenderal TOGO sewaktu mengalahkan Rusia dahulu. Sebagai penutup dari artikel itu dijelaskan kata-kata bersayap dikala Togo akan memulai pertempuran: "Kokoku no kohai sono issen ni ari, kaku in isso dunrei dorioku sei-yo". Terjemahannya kedalam bahasa Indonesia: “Jatuh atau berdirinya Negara ini. Tergantung dari peperangan ini, Oleh sebab itu marilah kita bekerja dengan segala tenaga kita". Kata -kata bersayap itu saya hapalkan diluar kepala, maka ketika saya pergi ke Liwa bertemu dengan seorang serdadu Jepang, saya ucapkan kata-kata bersayap itu dimukanya, mendengar itu saya diajaknya pergi pada kawan-kawannya dan minta supaya saya ulangi mengatakan kata-kata tadi dan ketika selesai mereka menepuk nepuk bahu saya kegirangan sambil berkata : "Jotto,Jotto,Jotto". Kemudian selaku hadiah diberi mereka Rokok Koon dan semangat 3 bungkus dan sejak waktu itu mereka datang hampir tiap-tiap minggu ke Kenali membawa truk dengan muatan Kelapa, Kecap, dan Tauco untuk kami seisi rumah dengan cuma-Cuma.

Pada suatu hari datang rombongan serdadu Jepang ke Kenali dengan truk disuruh Komandan pengawas Pantai mengundang saya datang beberapa hari di tempat kediaman mereka diatas bukit Rawas Krui. Sesampai dirawas saya ditempatkan bersama opsir- opsir rendahan dibawah satu tenda dan diperlakukan seperti keadaan mereka, yaitu pagi-pagi disediakan air panas untuk mandi, kmudian minum satu gelas tauco, dan diberi satu bungkus rokok Ko-oa, tengah hari dan petang memakan nasi dan sayur ikan dan kecap. Jam 6 petang saya dibawa menghadap Komandan mereka seorang berpangkat Ltn 1 dan seorang lagi Ltn ll, dengan ramah tamah saya diterima mereka, menceritakan keadaan di Negara Jepang menanyakan kesehatan kelurga saya di Kenali dll semata mata persoalan kekeluargaan kemudian mereka mengucapkan terimakasih atas perkenalan. Saya yang akrab dengan anak buahnya didalam kesempatan berbincang itu saya ucapkan pepatah atau kata-kata bersayap dari Togo itu membuat mereka berdua sangat gembira menepuk-nepuk bahu saya dan diberi mereka tanda mata berupa satu pedang pusaka Jepang yaitu pedang samurai yang bagus skali. Kira-kira jam 11 malam, saya dipersilahkan kembali untuk tidur ketempat saya, dimana satu diantara 6 bangku 2 (dipan) yang masing-masing telah dipasangi kelambu dan telah dilengkapi bantal-bantal serta dua selimut tebal, satu selimut dihamparkan penggati kasur dan satu lagi untuk menyelimuti badan, diperuntukan tempat tidur saya. 

Meskipun saya sudah lama berbaring dan kawan-kawan sudah lama mendengkur tetapi tidak dapat tidur mungkin karena kegembiraan menerima hadiah pedang samurai yang tidak disangka-sangka itu. Tiba-tiba saya lihat kelambu ada yang menyingkapkan perlahan lahan, maka dengan cepat saya pejamkan mata seolah olah tidur nyenyak dan ternyata orang itu seorang serdadu jepang membenarkan selimut saya menariknya sedikit kebawah sebab ujung kaki saya tersingkap keluar slimut, kemudian ia pergi lagi. Rupanya pekerjaan demikian itu ia lakukan pada ditiap-tiap dipan diruang opsir Rendahan itu. Pagi-pagi jam 7 setelah mandi minum segelas tauco dan menerima sbungkus rokok ditambah lima bungkus pembagian kawan2 yg diberikan slaku hadiah kepada saya saya diantar dengan auto truk berisi 200 kelapa selaku oleh-oleh kembali ke Kenali. 

Kira-kira 3 bulan kemudian datang bunsiyuco (orang Jepang yang menggantikan kedudukan H.P.B) dari Liwa memberi tahukan bahwa saya telah diangkat selaku anggota dari Siyu Sangikai Lampung dan seorang lagi dari pesisir Krui bernama Riduan/Raden jauhari, maka setelah 3 hari dari waktu itu kami berdua Riduan diantar oleh Kepala Polisi bangsa jepang (Keisatsyusyoco) dengan auto ke Martapura, kmudian naik Spur ke Tanjung Karang untuk dilantik. Pada suatu petang ketika kami untuk yang ketiga kalinya ke Tanjung Karang menghadiri sidang, datang ketempat penginapan kami (Penginapan Li Bin Hin) seorang jepang berpangkat Kapten dengan auto sedan menjemput saya atas perintah komandan tentara seluruh Lampung, mengundang untuk makan bersama ditempat kediamannya dimuka lapangan Enggal.

Setelah meliwati beberapa pengawal saya diantarkan disuatu ruangan besar dimana menghadap meja yang telah disediakan makanan dan minuman duduk 2 orang jepang ternyata komandan Butai bersama seorang Opsir selaku juru penterjemah. Setelah ya bertanyakan kesehatan Keluarga saya di Kenali maka dijelaskannya maksud mengundang saya, karna mendengar kabar dari beberapa banyak anak buahnya di krui bahwa saya berkenalan baik dengan mereka dan karna itu ia merasa bersenang hati dengan ucapan terimakasih. Ketika perkataan itu saya jawab bahwa saya merasa bangga telah mendapat undangan dari orang berkedudukan tertinggi pada ketentaraan diseluruh Lampung ini dan sbagai penutup saya keluarkan dalam bahasa jepang kata-kata bersayap dari Jenderal Togo itu, dia sambut denga kata-kata kegembiraan dan mengisi masing-masing gelas dengan arak (ciu) mengangkat gelas masing-masing dan habis isinya, dan ditruskan dengan makan besar yaitu makan nasi sayuran telor dan ikan, sewaktu makan itu gelas terus menerus diisi arak dan diminum sampai habis, saya merasa syukur tidak mabuk karena sebelum berangkat tadi saya telah meminum satu sendok minyak kelapa yang diajarkan oleh ayah Pangeran Jayadilampung kepada saya sewaktu di Kenali.

Setelah selesai makan beromong omong sebentar, menyerahkan satu pak besar katanya selaku oleh-oleh ke Kenali kemudian saya disuruh antarkan ke tempat penginapan ketika saya bukak bungkusan (pak) itu trnyata isinya 1 potong dasar cita perempuan, 1 potong dasar tenunan, 1 pak Rokok kouwa, 1 botol Pil Kina dan satu botol salf obat kudis. Saya merasa bersyukur kepada Allah Subhanahu wataala, bahwa saya telah menghafalkan kata-kata bersayap bahasa Jepang itu sehingga beberapakali manfaatnya dapat dibuktikan yang pertama kali dapat berkenalan dengan serdadu-serdadu sewaktu di Liwa yang kedua diundang datang dan menerima hadiah pedang Samurai di Rawas, yang ke 3 diundang makan oleh Butaico di Tanjung Karang serta.menerima hadiah barang-barang kain dan obat-obatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar