"Neram buitni Umpu Belunguh najin khang mawat pulippuh persatuan tutop mekukuh makdapok tigaginjuh. Unyin guai setulungan niLiak hulun mufakat dang ngehalai ketukhunan nyin ne ram tutop terhormat. Sai kuat nulung Sai lemoh, haguk khuppok dang mak iwoh, sai tuha tihormati sai ngukha tisayangi. Timisalko ijuk lamban, wat tihang, wat hatokna, mana tian setukkok'an, mekukuh khik betiknana."

LEHOT NI : Ina Dalom Yusnani Pn Jaya Dilampung

Senin, 02 Desember 2013

SEJARAH PEMBANGUNAN JALAN DI LAM-BAR

Alhamdulillah, segala apa yang dirintis masa silam kini telah dapat dinikmati masyarakat pada umumnya sebagai saksi hidup bagi penulis. Pada zaman pemerintahan Belanda dulu menurut ketetapan dari Directeur Bimenlandsch-Bestuur tanggal 18 Juni 1937 NO.B.R.6/20/17 diizinkan untuk mengeluarkan wang sejumlah f.210.000 dari fends para, guna keperluan membuat jalan (interresidentieweg) Liwa-Kenali – Mutaralam – Kotabumi, tempat - tempat mana berada didalam Onderafdeeling Krui dan onderafdeeling Kotabumi. Menurut ketetapan Direktuer V.en W. tertanggal 12 Agustus 1937 NO.8/3/11. dimulai mengerjakan yang ke satu Kenali - Dusun Baru yang panjangnya kira-kira 3 kilometer.
Dengan memakai ongkos 6.16000 jalan ini sudah selesai dalam tahun 1938. Didalam tahun 1940 sudah selesai pula dikerjakan bagian yang kedua yaitu Dusun Baru - Waikabul yang panjangnya 6 setengah kilometer dengan memakai ongkos kira – kira f.55000. Berhubung dengan adanya peperangan maka bahagian ketiga dari Wai Kabul - Waisanyir yang panjangnya 10 km dan ongkosnya ditaksir f.110.000 tidak akan diteruskan lagi. Oleh sebab itu, penulis (Pasirah Buay Blunguh) membuat surat pada Mukhtar Prabu Mangkunegara anggota Volsraad di jakarta (bertanggal 30 November 1940) atas nama semua kepala - kepala marga di Balik Bukit meminta supaya didalam sidang mendesak Pemerintah agar pembuatan jalan tersebut diteruskan dan beberapa bulan kemudian jalan dari Wai kabul tersebut sudah mulai dikerjakan lagi, tetapi ketika bala tentara Jepang mendarat di Palembang pekerjanya smua lari dan sejak pada waktu itu tidak pernah dikerjakan lagi sehingga jalan yang telah sudah itupun menjadi Rimba kembali, dari jurusan Bukit kemuning pembuatan jalan sudah selesai sampai dibedeng Beton (Sumberjaya) dan itupun menjadi hutan belukar karna tidak diperbaiki. Baharu serempak dengan didatangkannya Transmigran ke Wai Petai jalan Bukit Kemuning - Waipetar dikerjakan dengan tujuan memperlancar hubungan ke Kotabumi untuk Para Transmigran itu. Telah sekian banyak Wedana Ganti berganti ditempatkan di Kwedanaan Krui sejak zaman kemerdekaan tapi seorangpun belum ada yang mampu menggerakkan rakyat bergotong royong mengerjakan jalan dari Kenali ke Wai Tenong atau menghubungkan ibukota Kwedanaan dengan ibukota Kabupaten dari pemerintah Pusat pun tidak ada rencana membukak (mengerjakan jalan tersebut). Setelah Wedana Barlian Pn Jayadilampung adik dari penulis ditempatkan di krui selaku Deputy Bupati pertama, rakyat digerakkannya dan dengan rela hati bergotong royong berminggu minggu bermalam dihutan mengerjakan jalan dari Kenali sampai di Wai Tenong hingga dapat dilewati kenderaan jeep. Satu bukti pula bahwa rakyat masih patuh kepada keturunan Saibatin. Yang pertamakali meliwati jalan itu dengan Jeep yalah Gubernur Provinsi Lampung (H.Zainal Abidin Pagar Alam) dan sejak waktu itu jalan tersebut diambil alih oleh D.P.U.Provensi Lampung meneruskan perbaikan -perbaikannya apalagi jalan dari Sumberjaya sampai di Sukaraja (Wai Tenong) kebetulan sudah selesai digiling. Nah, sekarang siapakah yang senang? Sekarang ini Jalan Bukit Kemuning-Sumberjaya-Wai Tenong-Liwa-Krui atau Liwa Ranau keseluruhannya sudah selesai di Aspal dan dengan kenderaan oplet kita dapat menempuh perjalanan dari Krui ke Tajung Karang dalam waktu 5 jam nonstop, tetapi banyak orang yang tidak mengetahui atau sengaja melupakan siapa orangnya memplopori menembus gunung dan menimbun Lurah dengan tenaga gotongroyong rakyat, membuat jalan tersebut. Memang kalau menjahit kerjanya menjahit baju, tukang sepatu membuat sepatu, pekerjaan akan tetap berjalan lancar. Tapi kalau tukang cukur mengerjakan prekerjaan camat tidak ada kemajuan bahkan sebaliknya hingga semua yang ada seperti tanaman-tanaman pedagang dll harus dicukur dalam arti yg luas. Dan perlu direnungkan dari dari Desa terpencil di kaki gunung Pesagi dengan rendah hati telah mencetuskan nama Kota BANDAR LAMPUNG tak Lain Barlian Jayadilampung, penembus jalan Sekincau ke Bukit Kemuning. Anak cucu dan keturunanmu berbangga hati Ayahku Sebagai Pahlawan tanpa jasa.   

KOTABUMI, 25 Januari 1972. Penulis Ahmad SYafe'I Pensiun Patih EX Letnnan 11 T.N.I. 1945.EX.Pasirah Marga Buay Blunguh (Kenali).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar