"Neram buitni Umpu Belunguh najin khang mawat pulippuh persatuan tutop mekukuh makdapok tigaginjuh. Unyin guai setulungan niLiak hulun mufakat dang ngehalai ketukhunan nyin ne ram tutop terhormat. Sai kuat nulung Sai lemoh, haguk khuppok dang mak iwoh, sai tuha tihormati sai ngukha tisayangi. Timisalko ijuk lamban, wat tihang, wat hatokna, mana tian setukkok'an, mekukuh khik betiknana."

LEHOT NI : Ina Dalom Yusnani Pn Jaya Dilampung

Senin, 15 Juli 2013

Keadaan Marga Dalam Masa Penjajahan

Serba serbi Skala Brak Asal usul SukuLampung

Oleh:  Ahmad Syafe'i Glr Sultan Ratu Pikulun

 Daerah Krui selama 131 tahun dipisahkan dari Lampung. Meneliti tulisan-tulisan kita yang telah sudah, bahwa menurut tercatat Sultan Banten (Pangeran Gusti) dengan kompeni Belanda, yang mana sejak tahun 1751 daerah Lampung diserahkan kepada Kompeni Belanda dianggap diatas kertas saja karena pemerintahan masih dilakukan oleh Sultan Banten. Pada tahun 1808 seluruh Kasultanan Banten sudah berada dibawah kekuasaan kompeni. Dan lampung digabungkan kepada 0mmelanden van Batavia, berarti bahwa di Lampung belum merasa adanya penjajahan Belanda. Baharu pada tahun 1813 sewaktu Indonesia dikuasai oleh Kompeni Inggris dibawah Pemerintahan Raffles dan Ratu Alaudia (Sultan Banten) dipaksa turun dari takhta kasultanan , Pemerintahan Langsung dijalankan oleh kompeni Inggris di Lampung.
Walaupun pada waktu sebelum itu, pesisir Krui sudah tunduk kepada Kompeni Inggris yang berpusat di Bengkulu (1745), tetapi Sukau dan Kembahang di Balik Bukit masih seperti keadaan-keadaan daerah lampung yang lain meskipun telah ada ikatan persahabatan (1799) dengan Kompeni Inggris. Dan baharulah pada tahun 1813 itu resminya seluruh ex onderafdeeling Krui ( tidak termasuk Marga Marga Buay Belunguh dan Buay Kenyangan sebab kedua Marga ini sudah termasuk daerah Palembang) dipisahkan dari Lampung menjadi bagian dari Kresidenan Bengkulu.
Ketika pemerintahan Belanda kembali berkuasa di Indonesia thn 1816/1817, onderafdeeling Krui tidak dikembalikan lagi ke Lampung tetapi tetap dalam Kresidenan Bengkulu dibawah pemerintahan Inggris. Memang masuk akal jika Pemerintah Inggris tidak mau menyerahkan Krui kepada pemerintah Belanda karena pesisir Krui sejak dulu dimilikinya, apalagi telah ada surat perjanjian persahabatan (1799) dengan Sukau dan Kembahang. Tetapi anehnya Ketika Kresidenan Bengkulu telah diserahkan Inggris kepada pihak Belanda di tahun 1824, status Krui masih tetap berada dalam Kresidenan Bengkulu. Kmudian pada tahun 1878 Marga Buay Blunguh dan Marga Buay Kenyangan dikembalikan dari Kresidenan Palembang ke Onderafdeeling Krui Kriesidenan Bengkulu. Sehingga seluruh tanah Bumi ex Krajaan Paksi Pak sudah Utuh disatukan kembali.
Baharulah sewaktu pendudukan Jepang, penulis dipanggil ke liwa oleh pembesar-pembesar jepang yang datang dari Teluk Betung (Lampung) menanyakan pendapat Penulis seandainya 0nderafdeeling Krui (Krui-gun) statusnya dimasukan pada Kresidenan Lampung (Lampung-siyu), menilik dari sudut strateginya dalam segi pertahanan, telah tentu sekali penulis setuju, bahkan gembira dan sejak waktu itu (tahun 1944) onderafdeeling Krui kembali bersatu dengan Lampung setelah 131 tahun lamanya bercerai. Penulis sampai sekarang tidak mengerti apa sebab pembesar-pembesar dari Lampung dan Bunsiyuco krui memanggil Penulis saja merembukan persoalan sepenting itu; Bukankah banyak Pangeran dn Pasirah yg lebih tua dari penulis dan tentunya lebih patut lagi apabila hal trsebut dirembukan dengan Gunco (Wedana) Krui dalam perembukan itu hanya penulis saja Bangsa Indonesia hadir, kecuali seorang penterjemah bernama Muhammad Arif pembantu Bunsiyuco dan sekarang bekerja selaku Wedana di Kantor Gubernur Lampung. Karena itu penulis yakin saudara saudara pembaca akan meragukan soal ini, seolah olah pembaca menganggap penulis ingin meninggikan martabat Pribadi saja, tetapi penulis cukup sadar terserah pendapat pembaca,hanya penulis merasa berkewajiban menerangkan duduk yang sebenar benarnya apalagi menyangkut sejarah Lampung. sehingga sewaktu waktu penulis berani teguhkan dengan Sumpah Kalau Marga Buay Blunguh Dan Marga Buay Kenyangan dikembalikan Pemerintah Belanda pada tempat asalnya yaitu disatukan dengan Krui berbentuk 0nderafdeeling.
Mengapakah oleh Kompeni Inggris atau Belanda 0nderafdeeling itu tidak dimasukkan ke lampung tetapi justru menjadi bahagian dari Kresidenan Bengkulu? Ini adalah suatu politik Pecah belah penjajah karena mereka tau Empat Marga Asal di Balik Bukit inilah Asal Usul Suku Bangsa Lampung. Dan jika mereka kembali disatukan tentu akan kuat kembali dan membahayakan bagi penjajah.
Sekarang kita telah Merdeka dan tidak ada prsoalan yang demikian lagi dan sekarang kita telah kembali bersatu dengan lampung setelah 131 tahun bercerai, hendaknya penduduk lampung bergembira menerima kembali saudara-saudaranya yang dianggap telah hilang itu, sehingga walaupun tidak dapat penghormatan sepatutnya janganlah dianggap selaku saudara tiri. Penulis terangkan demikian sebab sementara orang-orang berpendapat bahwa orang-orang krui itu adalah keturunan Penjajah berasal dari padang. Jika demikian halnya bagaimana pendapat saudara-saudara tentang orang orang Cirebon dan Banten (JawaBarat) yang dirajai oleh seorang keturunan Aceh bernama Fatahilah itu? Apakah ada kita dengar keturunannya sekarang disebut sebut penjajah dari Aceh? Apakah kita Ras Melayu yang mendesak Ras Negrito dizaman pra sejarah itu sebagai pnjajah? Jawabnya:Tidak!. Bahkan mereka itulah yang kita bangsa Indonesia anggap sebagai nenek Moyang kita. Percampuran darah karena perkawinan perkawinan dari kedua ras itu mengakibatkan satu dengan yang lainnya tidak dapat dibedakan lagi dan mewariskan kita yang ada sekarang. Demikian Pula Kerajaan Skala Brak yang menganut Agama Hindu Budha, dimasukan oleh Paksi Pak menjadi Islam Kemudian mereka menjadi raja dalam sekian ratus tahun itu mengadakan ikatan-ikatan perkawinan diantara mereka dan keturunan keturunan mereka dengan penduduk asli sehingga karna percampuran darah itu tidak selayaknya kita mengatakan "Keturunan Penjajah". Apalagi yang beradat lampung Pepadun dimana orang yang cakak pepadun itu dinaikkan derajatnya yang berarti penyimbang-penyimbang mau tak mau harus mengakui kedudukan dan derajat orang itu menurut apa yang diberikan dan dapat menghilangkan sejarah lama dari orang itu (orang yg bergawi atau naik pepadun). Kita suku lampung beradat berjujur tetapi sering karena keadaan memaksa berhubung tidak mempunyai anak laki-laki menggunakan adat semenda dalam hal semacam ini, meskipun kita tau laki-laki itu bukan dari kampung itu tetapi seluruh masyarakat harus menganggap sebagai warga kampungnya. Kalau hal-hal tersebut dapat dipahami tidaklah kita akan mendengar kata-kata keturunan penjajah dari padang itu, apalagi kalau dihubungkan dah pendapat penulis bahwa Tumi di Skala Brak yang tidak sudi diIslamkan melarikan diri kearah jambi (suku Kubu).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar