Serba
serbi Skala Brak Asal usul SukuLampung
Oleh: Ahmad Syafe'i Glr Sultan Ratu Pikulun
Daerah Krui selama 131 tahun dipisahkan dari Lampung. Meneliti
tulisan-tulisan kita yang telah sudah, bahwa menurut tercatat Sultan Banten (Pangeran
Gusti) dengan kompeni Belanda, yang mana sejak tahun 1751 daerah Lampung
diserahkan kepada Kompeni Belanda dianggap diatas kertas saja karena pemerintahan
masih dilakukan oleh Sultan Banten. Pada tahun 1808 seluruh Kasultanan Banten sudah
berada dibawah kekuasaan kompeni. Dan lampung digabungkan kepada 0mmelanden van
Batavia, berarti bahwa di Lampung belum merasa adanya penjajahan Belanda. Baharu
pada tahun 1813 sewaktu Indonesia dikuasai oleh Kompeni Inggris dibawah Pemerintahan
Raffles dan Ratu Alaudia (Sultan Banten) dipaksa turun dari takhta kasultanan ,
Pemerintahan Langsung dijalankan oleh kompeni Inggris di Lampung.
Walaupun pada
waktu sebelum itu, pesisir Krui sudah tunduk kepada Kompeni Inggris yang berpusat
di Bengkulu (1745), tetapi Sukau dan Kembahang di Balik Bukit masih seperti
keadaan-keadaan daerah lampung yang lain meskipun telah ada ikatan persahabatan
(1799) dengan Kompeni Inggris. Dan baharulah pada tahun 1813 itu resminya seluruh
ex onderafdeeling Krui ( tidak termasuk Marga Marga Buay Belunguh dan Buay
Kenyangan sebab kedua Marga ini sudah termasuk daerah Palembang) dipisahkan
dari Lampung menjadi bagian dari Kresidenan Bengkulu.
Ketika pemerintahan Belanda kembali berkuasa di Indonesia
thn 1816/1817, onderafdeeling Krui tidak dikembalikan lagi ke Lampung tetapi
tetap dalam Kresidenan Bengkulu dibawah pemerintahan Inggris. Memang masuk akal
jika Pemerintah Inggris tidak mau menyerahkan Krui kepada pemerintah Belanda
karena pesisir Krui sejak dulu dimilikinya, apalagi telah ada surat perjanjian
persahabatan (1799) dengan Sukau dan Kembahang. Tetapi anehnya Ketika
Kresidenan Bengkulu telah diserahkan Inggris kepada pihak Belanda di tahun 1824,
status Krui masih tetap berada dalam Kresidenan Bengkulu. Kmudian pada tahun
1878 Marga Buay Blunguh dan Marga Buay Kenyangan dikembalikan dari Kresidenan
Palembang ke Onderafdeeling Krui Kriesidenan Bengkulu. Sehingga seluruh tanah
Bumi ex Krajaan Paksi Pak sudah Utuh disatukan kembali.
Baharulah sewaktu pendudukan Jepang, penulis dipanggil ke
liwa oleh pembesar-pembesar jepang yang datang dari Teluk Betung (Lampung)
menanyakan pendapat Penulis seandainya 0nderafdeeling Krui (Krui-gun) statusnya
dimasukan pada Kresidenan Lampung (Lampung-siyu), menilik dari sudut
strateginya dalam segi pertahanan, telah tentu sekali penulis setuju, bahkan
gembira dan sejak waktu itu (tahun 1944) onderafdeeling Krui kembali bersatu dengan
Lampung setelah 131 tahun lamanya bercerai. Penulis sampai sekarang tidak
mengerti apa sebab pembesar-pembesar dari Lampung dan Bunsiyuco krui memanggil
Penulis saja merembukan persoalan sepenting itu; Bukankah banyak Pangeran dn
Pasirah yg lebih tua dari penulis dan tentunya lebih patut lagi apabila hal
trsebut dirembukan dengan Gunco (Wedana) Krui dalam perembukan itu hanya
penulis saja Bangsa Indonesia hadir, kecuali seorang penterjemah bernama
Muhammad Arif pembantu Bunsiyuco dan sekarang bekerja selaku Wedana di Kantor
Gubernur Lampung. Karena itu penulis yakin saudara saudara pembaca akan
meragukan soal ini, seolah olah pembaca menganggap penulis ingin meninggikan
martabat Pribadi saja, tetapi penulis cukup sadar terserah pendapat pembaca,hanya
penulis merasa berkewajiban menerangkan duduk yang sebenar benarnya apalagi
menyangkut sejarah Lampung. sehingga sewaktu waktu penulis berani teguhkan dengan
Sumpah Kalau Marga Buay Blunguh Dan Marga Buay Kenyangan dikembalikan
Pemerintah Belanda pada tempat asalnya yaitu disatukan dengan Krui berbentuk
0nderafdeeling.
Mengapakah oleh Kompeni Inggris atau Belanda 0nderafdeeling
itu tidak dimasukkan ke lampung tetapi justru menjadi bahagian dari Kresidenan
Bengkulu? Ini adalah suatu politik Pecah belah penjajah karena mereka tau Empat
Marga Asal di Balik Bukit inilah Asal Usul Suku Bangsa Lampung. Dan jika mereka
kembali disatukan tentu akan kuat kembali dan membahayakan bagi penjajah.
Sekarang kita telah Merdeka dan tidak ada prsoalan yang
demikian lagi dan sekarang kita telah kembali bersatu dengan lampung setelah
131 tahun bercerai, hendaknya penduduk lampung bergembira menerima kembali
saudara-saudaranya yang dianggap telah hilang itu, sehingga walaupun tidak
dapat penghormatan sepatutnya janganlah dianggap selaku saudara tiri. Penulis terangkan
demikian sebab sementara orang-orang berpendapat bahwa orang-orang krui itu
adalah keturunan Penjajah berasal dari padang. Jika demikian halnya bagaimana pendapat
saudara-saudara tentang orang orang Cirebon dan Banten (JawaBarat) yang dirajai
oleh seorang keturunan Aceh bernama Fatahilah itu? Apakah ada kita dengar
keturunannya sekarang disebut sebut penjajah dari Aceh? Apakah kita Ras Melayu
yang mendesak Ras Negrito dizaman pra sejarah itu sebagai pnjajah?
Jawabnya:Tidak!. Bahkan mereka itulah yang kita bangsa Indonesia anggap sebagai
nenek Moyang kita. Percampuran darah karena perkawinan perkawinan dari kedua
ras itu mengakibatkan satu dengan yang lainnya tidak dapat dibedakan lagi dan
mewariskan kita yang ada sekarang. Demikian Pula Kerajaan Skala Brak yang
menganut Agama Hindu Budha, dimasukan oleh Paksi Pak menjadi Islam Kemudian
mereka menjadi raja dalam sekian ratus tahun itu mengadakan ikatan-ikatan
perkawinan diantara mereka dan keturunan keturunan mereka dengan penduduk asli
sehingga karna percampuran darah itu tidak selayaknya kita mengatakan
"Keturunan Penjajah". Apalagi yang beradat lampung Pepadun dimana
orang yang cakak pepadun itu dinaikkan derajatnya yang berarti penyimbang-penyimbang
mau tak mau harus mengakui kedudukan dan derajat orang itu menurut apa yang
diberikan dan dapat menghilangkan sejarah lama dari orang itu (orang yg bergawi
atau naik pepadun). Kita suku lampung beradat berjujur tetapi sering karena
keadaan memaksa berhubung tidak mempunyai anak laki-laki menggunakan adat
semenda dalam hal semacam ini, meskipun kita tau laki-laki itu bukan dari
kampung itu tetapi seluruh masyarakat harus menganggap sebagai warga
kampungnya. Kalau hal-hal tersebut dapat dipahami tidaklah kita akan mendengar
kata-kata keturunan penjajah dari padang itu, apalagi kalau dihubungkan dah pendapat
penulis bahwa Tumi di Skala Brak yang tidak sudi diIslamkan melarikan diri
kearah jambi (suku Kubu).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar